Dua matahari mati satu dalam revolusi
Kulihat dua keping matahari menetes dari bibir-Mu pada suatu sore penuh debu. Menyalang terang dalam benderang membasah desah-desah bisu hingga tiada lagi syahdu di pinggir telaga ungu. Bisik-bisik gila yang biasanya bicara teriring seutas dawai tua memang sudah terlalu renta.
(Tapi apa lagi yang masih bisa mengucap selain lengang?)
Kulihat dua tetes matahari berkeping-keping tersangkut di ujung kemaluanku. Yang kemarin Kau ludahkan dari bibirmu. Dan sekarang kubunuh satu.
(Tapi apa lagi yang masih bisa mengucap selain lengang?)
Kulihat dua tetes matahari berkeping-keping tersangkut di ujung kemaluanku. Yang kemarin Kau ludahkan dari bibirmu. Dan sekarang kubunuh satu.
0 komentar:
Posting Komentar