Suluk Lintang Lanang

Pikiran itu sampah. Ini penampungannya.

Selamat datang

Jika anda mencari sesuatu di sini, percayalah, anda takkan menemukan apa-apa.

Tentang Penulis

Setyo A. Saputro. Lahir dan besar di Karanganyar. Saat ini menjadi pekerja media di sebuah portal berita nasional.

Manusia-Manusia

;yang Tak Akan Pernah Lagi Menjadi Sederhana atau yang Memang Tak Pernah Menjadi Sederhana?


Pasar Mojogedang. 10 Januari 2010. Saya berada di situ. Membeli bunga untuk dibawa ke makam bapak, bersama ibu. Dan pipi saya ditampar-tampar waktu, 'Kamu itu sudah tua...' . Ya. Betapa waktu begitu cepat melaju. Saya tak ingat pasti kapan terakhir kali masuk ke pasar ini. Saya hanya ingat pada suatu masa, di mana pakaian merah putih masih menjadi seragam kebesaran. Di mana pada setiap Ramadhan; selepas subuhan; saya dan kawan-kawan TPA berjalan-jalan menuju ke sana. Peci hitam dan sarung kecil sebagai selendang. Tertawa-tawa sembari meledakkan petasan. Melihat-lihat buku 24 Jurus Telapak Naga (yang tidak pernah mampu kami beli!!) yang dijual berdampingan dengan primpon Puja Mantra, buku syair lagu-lagu pop Indonesia, poster Guns & Roses, dan juga poster bocah kecil botak bersila yang mengenakan jaket kulit dan kaca mata hitam.

Itulah yang terekam di otak masa kecil saya. Di mana segala sesuatu masih terlihat sangat sederhana. Masa-masa dimana ketika menginginkan sesuatu, saya tinggal menunjuk, sedikit rengekan, beli. Tunjuk, sedikit rengekan, beli. Sangat mudah. Sangat indah. Dan kini? Bapak (yang tidak pernah terlalu dekat dengan saya) sudah damai di surga sana. Sementara ibu semakin hari semakin berkeriput. Entah dulu saya yang buta atau bagaimana. Saya baru memperhatikan keriput ibu saya yang semakin menjadi akhir-akhir ini. Tubuh ibu yang dulu segar kini terlihat kurus. Semua baju-bajunya tiba-tiba menjadi terlihat kedodoran. Belakangan beliau juga sakit-sakitan. Sementara saya? Tak lagi punya celana pendek warna merah. Baju putih pun juga tak ada. Bibir hitam bekas nikotin, kacamata minus enam silinder setengah, janggut dan kumis tutupi wajah. Yeah... Begitulah hasil perseteruan saya dengan sang waktu. Laju, laju, laju...

'Kau tahu? Kita hanya butuh oksigen buat hidup. Lalu kenapa meresahkan hal-hal yang sebenarnya tak terlalu penting untuk ditakutkan?' , tanya seorang kawan. Akal dan Rasa , demikian perkiraan saya. Ketika Gusti Pangeran membagikan keduanya, di situlah manusia tak lagi menjadi makhluk yang sederhana. Hingga Adam-pun bisa jatuh cinta pada tulang rusuknya. Hingga Qabil pun tega membunuh saudara kandungnya. 'Menungso meniko benten kaliyan mendo. Benten kaliyan kucing. Mendo dados 'mendo' meniko saget langsung. Kucing dados 'kucing' meniko nggih saget langsung. Nanging menungso dados 'menungso' meniko mboten saget langsung. Kedah mawi proses*' , khotbah seorang bapak tua. Di masjid Pandawa Salatiga. Begitulah. Manusia itu tak sama dengan makhluk lainnya. Akal dan Rasa mencipta ambisi, harapan, cinta, dendam, motivasi, politik, mimpi, mobil, kulkas, anak cucu, gelas, asbak, Mc Donalds, Levi's, bla bla bla..

Saya ingat beberapa tahun lalu seorang kawan sempat berucap. Ketika itu saya dan beberapa kawan tidur berdesakan di sekretariat teater selepas latihan, 'Manusia itu ternyata tak butuh banyak hal untuk bisa bertahan hidup. Lihat, untuk tidur-pun kita hanya butuh tempat tak lebih dari satu meter persegi', katanya sambil meringkuk. Dan saya mengiyakan, 'Bahkan makan sekali sehari-pun tak akan membuat kita mati'. Namun waktu berlalu. Proses berjalan. Hingga akhirnya sampai di titik kesadaran. Manusia (sudah) tak sesederhana itu. Cara hidup naluriah Pithecanthropus Erectus sudah tak mungkin lagi diimani oleh yang bukan sufi. Akal dan Rasa sudah melebarkan pengaruh jajahannya terhadap kita. Kita tak lagi sekedar butuh oksigen . Tapi kita juga butuh membangun keluarga kecil yang bahagia. Tak sekedar butuh tempat untuk bisa tidur. Tapi juga butuh mobil untuk pergi ke mall . Tak hanya butuh makan untuk menyambung hidup . Tapi juga perlu fashion . Begitulah. Kita ini manusia. Yang tak lagi sekedar butuh air untuk minum . Tapi juga memerlukan parfume .




* Manusia itu beda dengan kambing. Beda dengan kucing. kambing menjadi 'kambing' itu bisa langsung. Kucing menjadi 'kucing' juga bisa langsung. Tapi manusia menjadi 'manusia' itu harus melalui sebuah proses. Tidak bisa langsung.




Utan Kayu 12 Jan. 10

3 komentar:

  1. Lina mengatakan...
     

    suka dengan tulisan ini. dalem bener...ya,ya, untuk bertahan hidup memang manusia tak butuh banyak barang. tapi toh, kepuasan memang tak ada hentinya

  2. eL mengatakan...
     

    saya juga suka :)

  3. Sang Lintang Lanang mengatakan...
     

    Matur sembah nuwun..

Posting Komentar



 

different paths

college campus lawn

wires in front of sky

aerial perspective

clouds

clouds over the highway

The Poultney Inn

apartment for rent