tag:blogger.com,1999:blog-3055336215751368236.post6144376030699449920..comments2024-01-20T10:26:46.165+07:00Comments on Suluk Lintang Lanang: Kreator Berkarya, Penikmat BicaraSang Lintang Lananghttp://www.blogger.com/profile/13480779145934857943noreply@blogger.comBlogger5125tag:blogger.com,1999:blog-3055336215751368236.post-70561855591690875662009-10-18T13:48:22.205+07:002009-10-18T13:48:22.205+07:00@ anonim:
terima kasih atas tanggapan anda.. dan ...@ anonim: <br />terima kasih atas tanggapan anda.. dan mengulang apa yang sudah saya ungkapkan di atas, menurut saya publik penikmat adalah makhluk anonim yang tidak diharuskan membaca sebuah karya dengan pertimbangan-pertimbangan di luar apa yang dia lihat di atas panggung. karena ketika sebuah karya seni dipertontonkan ke publik (tidak hanya di hadapan dosen pembimbing) berarti karya seni itu sudah 'menjadi milik' publik. dan publik adalah pihak yang saya rasa tak perlu dipusingkan apakah sebuah karya adalah diproduksi untuk 'festival' atau mungkin 'tugas akhir kuliah'. <br /><br />dan mengenai ajakan untuk berdiskusi dengan sang kreator (atau bahkan membimbingnya), saya menganggapnya sama sekali bukan wewenang saya. sekali lagi, 'saya hanya penikmat'. itu saja. sebagai contoh, saya merasa saya berhak untuk mengatakan sinetron2 produksi multivision plus berkualitas rendah. namun hak saya hanya sampai di situ. karena saya hanyalah 1 di antara publik. dan seperti yang sudah saya ungkap di atas, yang berhak menjustifikasi seni publik hanyalah publik. dan sedikit ralat, saya tidak pernah merasa bahwa saya 'lebih baik dari Tafsir Huda'. sama sekali tidak pernah. saya hanya penikmat. itu saja.<br /><br />sekali lagi terima kasih atas tanggapannya. salam hangat selalu.. :)Sang Lintang Lananghttp://lintanglanang.blogspot.com/noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3055336215751368236.post-81999274247600627372009-10-17T22:38:55.763+07:002009-10-17T22:38:55.763+07:00Saya juga melihat karya Mawut (Tafsir Huda)adaptas...Saya juga melihat karya Mawut (Tafsir Huda)adaptasi dari Mengapa Kau Culik Anak Kami karya seno G A, masalah akting mereka bagus, beberapa ikon tercapai, tapi memang yang terlihat kurang tergarap adalah tata lampu, tapi yang lain cukup bagus, setidak-tidaknya konflik&transformasi ide tercapai -hakekat teater kan ini-.Barang kali lebih bijaksana, ketika kita mau menghakimi -sesuatu apapun-, entah itu jelek atau bagus, kita paham dulu tujuan dan kepentingannya. Karena ketika sudut pandang -tujuan dan kepentingan- berbeda maka tidak akan ketemu/gathuk. Salah satu hal misalnya, sudut pandang bagi orang-orang yang berkarya seni untuk lomba/festival,ujian,atau yang lain, bagi mereka yang terpenting adalah penilaian juri atau penguji, karena tujuannya untuk mencari nilai -selain karena karyanya juga dipengaruhi oleh pembimbing-,tidak peduli pendapat/keinginan/komentar penikmat yang lain (penonton)sebab tidak ada pengaruhnya buat mereka.Solusi yang terbaik adalah ajak mereka -yang menurut anda hasil karyanya jelek- untuk berdiskusi, kalau perlu bimbing -jika anda merasa lebih baik-. Ini menurut saya, penikmat teater yang masih awam dan mau menghargai setiap hasil karya sekecil apapun.<br />Dan buat tafsir huda, KAMU HEBAT DI MATA SAYA.Saya lebih suka pementasan realis daripada yang sok absurd -karena lebih bisa dinilai-Bravo&selamat berkarya. Jika berkarya lagi, bisa undang saya di Jatuama@yahoo.comAnonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3055336215751368236.post-49194019355831319312009-04-05T03:01:00.000+07:002009-04-05T03:01:00.000+07:00@ nanoq da kansas:"Kalau gak bisa membuat pementas...@ nanoq da kansas:<BR/>"Kalau gak bisa membuat pementasan (teater) yang bagus, GAK USAH BERTEATER!"<BR/><BR/>wah3.. benar2 keras dan lugas.. he2..<BR/><BR/>@ nona senja:<BR/>yaa.. begitu mungkin..<BR/><BR/>terima kasih semua..Sang Lintang Lananghttp://lintanglanang.blogspot.com/noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3055336215751368236.post-1976014255703596262009-03-14T22:38:00.000+07:002009-03-14T22:38:00.000+07:00hmmm, mirip "penulis mati ketika karyanya dibaca p...hmmm, mirip "penulis mati ketika karyanya dibaca para pembacanya" gt ya<BR/>hmmm...Anonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3055336215751368236.post-17796225292649495602009-03-13T12:47:00.000+07:002009-03-13T12:47:00.000+07:00Agak aneh dan risih rasanya mendengar ada suatu pe...Agak aneh dan risih rasanya mendengar ada suatu pementasan (dalam hal ini teater)yang tidak boleh dikatakan jelek. Lha, terus, apa semua pementasan teater itu harus dibilang bagus? Pokoke asal itu pementasan teater harus dibilang bagus?<BR/><BR/>"Tak ada karya yang jelek. Pasti ada sebuah proses di belakang penciptaan sebuah karya." -- ini juga adalah sebuah alibi yang lebih aneh lagi. Justru karena kita tahu bahwa di balik suatu karya, di balik suatu pementasan pasti ada sebuah proses, maka kita (penonton) berhak bilang jelek atau bagus. Berhak memuji atau mengkritik. Lain misalnya jika sebuah karya atau pementasan "ujug-ujug ada" tanpa proses, maka barulah sulit mengatakannya jelek atau bagus.<BR/><BR/>Biar gak berpanjang-panjang, saya yang kebetulan juga berteater, tidak pernah ragu mengatakan suatu pementasan jelek atau bagus. Saya juga tidak takut membatalkan sebuah karya sendiri bila karya itu saya anggap jelek walau sudah proses dan latihan berbulan-bulan. Dan sebagai insan teater, tugas kita yang utama adalah BAGAIMANA MEMBUAT SEBUAH PEMENTASAN BAGUS. Inilah tanggung jawab seorang kreator kepada publiknya. Persetan dengan proses dan tetek bengek di belakangnya, karena yang kita suguhkan toh bukan proses, tetapi HASIL. "Kalau gak bisa membuat pementasan (teater) yang bagus, GAK USAH BERTEATER!" kalimat ini pernah saya lontarkan setelah menonton sebuah pementasan teater di Surabaya.Anonymousnoreply@blogger.com